Dalam
kehidupan manusia, seks didefinisikan hanya sebagai kebutuhan biologis.
Artinya, seks mengacu pada sifat-sifat biologis yang secara kasat mata
berbentuk fisik yang mendefinisikan manusia sebagai laki-laki atau perempuan.
Sedangkan menurut kamus, sex berarti jenis kelamin. Padahal
seksualitas memiliki makna yang lebih luas, yaitu segala aspek dalam kehidupan
manusia yang berkaitan dengan alat kelamin. Sehingga seksualitas bukan lagi
sesuatu hal yang baru. Seks berkembang sejak peradaban manusia dimulai. Tanpa
adanya seksualitas, sejarah asal-usul manusia tidak mungkin ada dan berkembang
hingga saat ini.
Manusia
dilahirkan dimuka bumi karena ada dorongan seksualitas antara laki-laki dan
perempuan hingga menghasilkan keturunan. Jadi, seks dapat dikatakan sebagai
piranti kelahiran peradaban manusia. Dalam kasus ini kita juga dapat memahami
siapa diri kita ketika melakukan hubungan seks. Di sisi lain, dengan adanya
seks, kita dapat mengenal satu sama lain.
Seks
adalah hubungan intim. Di dalamnya terdapat pergulatan fisik antara satu orang
dengan orang lainnya yang berbeda jenis kelamin. Kemudian dari pergumulan
tersebut akan menghasilkan proses komunikasi non verbal, dimana pesan
disampaikan dalam bentuk ekspresi wajah tanpa harus (berbicara) menggunakan
kata-kata atau diistilahkan sebagai bahasa isyarat. Setelah melakukan hubungan
seks, maka akan muncul interaksi yang berlangsung bersamaan dan satu sama lain
dapat mengenal diri masing-masing secara lebih dekat. Sehingga kita bisa mengambil
kesimpulan, seks adalah sebuah upaya untuk mengenal diri dan orang lain.
Dewasa ini, perilaku atau tipe seks telah berkembang sebagaimana
peradaban manusia yang terus mengalami perubahan. Perilaku seksual adalah
segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat, baik dengan lawan jenis maupun
sesama jenis. Artinya, seks sudah tidak lagi dilakukan oleh manusia yang
berbeda jenis kelamin.
Ada
beberapa tipe hubungan seksualitas yang dapat terjadi antara dua orang yang
memiliki kedekatan khusus. Pertama, tipe hubungan seks yang dapat terjadi
antara seorang pria dengan pria lain (homoseksual). Kedua, tipe hubungan seks
yang dapat terjadi antara seorang wanita dengan wanita lain (lesbian), dan yang
terakhir tipe hubungan seks seorang pria dengan seorang wanita.
Realitas
seksual Mahasiswa UTM
Realitas
seks tidak melulu berjalan beriringan dengan sejarah dan perkembangannya. Seks
bukan lagi suatu hubungan yang harus dilakukan dalam ritus ranjang pengantin.
Saat ini seks bisa dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja tanpa harus
menikah.
Realitas
macam inilah yang saat ini mewabah pada mahasiswa UTM. Berdasarkan observasi,
sebagian besar mahasiswa telah melakukan seks sebagai gaya hidup dan hasrat
suka sama suka untuk mendapatkan kenikmatan semata. Pada tahun 2009 lalu,
kampus kita dikenal luas oleh perguruan-perguruan tinggi baik itu negeri maupun
swasta. Namun, bukan prestasi membanggakan yang membuat kampus UTM dikenal,
melainkan perilaku seks yang mereka lakukan dilingkungan kampus secara bebas.
Dalam
agama, seks hanya boleh dilakukan ketika sudah ada ikatan suci pernikahan.
Haram hukumnya bagi para pelaku seks yang belum melakukan ikatan secara sakral.
Dalam agama sudah dijelaskan bahwa manusia yang melakukan perbuatan tidak
bermoral tersebut akan ditempatkan di neraka sebagai ganjaran akan
perbuatannya. Kemudian dalam nilai moral, pelaku-pelaku seks ini akan
diasingkan oleh masyarakatnya dan menjadi cemoohan oleh masyarakatnya pula.
Pergeseran
paradigma inilah yang membuat nilai religius dan nilai moral sudah tidak lagi
dijadikan sebagai ukuran. Kondisi saat ini telah memperlihatkan bahwa seks
diluar pernikahan adalah suatu hal yang biasa, bukan masanya lagi berhubungan
seks harus menempuh jalur pernikahan.
Pergeseran-pergeseran
paradigma seks ini disebabkan adanya pengaruh media yang mempertontonkan
tayangan-tayangan erotis dan vulgar. Sedangkan masyarakat Indonesia sendiri
cendrung konsumtif dalam menerima pengaruh yang datang dari luar. Dari
sinilah tercipta khayalan, keinginan bahkan tindakan yang mengarah pada
seksualitas. Jadi, tidak salah apabila mahasiswa dan umumnya masyarakat
menganggap seks itu hal yang sudah biasa. Realitas ketidak berdayaan oleh media
ini digambarkan seperti asumsi teori jarum hypodermic, yaitu: “Media
digambarkan sebagai jarum hypodermis raksasa yang mencotok massa sebagai
komunikan yang pasif. Media dianggap sangat sakti dan mampu memasukkan ideologi
pada benak massa. Massa komunikan dianggap terpecah-pecah dan tidak mampu
menolak pengaruh media. (Soyomukti, 2010)”
Faktor
lain yang mempengaruhi terjadinya pergeseran paradigma seks ialah faktor
lingkungan. Masyarakat telah membiasakan diri melakukan seksualitas masa kini.
Bermula dari mencoba-coba kemudian menjadi tindakan yang terus menerus
dilakukan. Sama halnya dengan mahasiswa UTM yang pada mulanya mencoba. Namun,
seiring dengan pergeseran paradigma seks itu sendiri, pada akhirnya mahasiswa
telah menerima dan melakukan tindakan seksualitas masa kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar