Sehat dengan Merokok

Selama ini isu rokok semakin merebak seiring maraknya gerakan anti rokok di Tanah Air. Terutama ketika dikaitkan dengan dampak negatifnya. Juga dengan himbauan akan bahaya nikotin dan tar pada kesehatan dan berbagai penyakit yang ditimbulkannya. Seperti halnya kanker, serangan jantung, dan stroke. Barangkali pertanyaan mendasar yang perlu diajukan adalah, benarkah merokok menimbulkan kanker, stroke dan serangan jantung? Bagi saya, tak pernah ada bukti yang cukup kuat untuk mencari korelasi antara merokok dan kematian.

Tingkat kematian karena merokok, baik untuk perempuan maupun laki-laki, bagi saya, masih merupakan misteri. Pasalnya, kematian itu adalah murni urusan manusia dan Tuhan. Lain tidak! Kalimat-kalimat yang terpampang dari iklan anti rokok seperti “merokok dapat menyebabkan kematian” memiliki konotasi potensial, bukan faktual. Kalimat lain yang juga digunakan, misalnya “merokok meningkatkan resiko kanker”, juga hanya memiliki makna bagi seseorang yang memang di dalam dirinya mengidap kerawanan terhadap tumbuhnya kanker. Mereka yang tidak memiliki potensi kanker tidak akan terjangkit kanker karena merokok.

Lalu, apakah memang merokok hanya meninggalkan akibat negatif bagi kita? Adakah sedikit saja keuntungan yang bisa diperoleh dengan menjadi perokok? Sebagaimana diketahui oleh masyarakat umum, ternyata perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif, untuk mengurangi resiko tersebut, maka aktiflah merokok. Selain lebih aman, juga akan mendapatkan sejumlah keuntungan.

Memang, permasalahan rokok di Indonesia tidak akan menemukan titik temu yang berkorelasi satu sama lain. Masih ada pro-kontra yang selalu bergesekan dengan apa yang ditimbulkan oleh rokok yang selalu meneriakkan bahaya merokok. Dengan alasan ini, saya ingin mengajukan pertanyaan yang sangat mendasar kepada para gerakan anti rokok. Mengapa di Indonesia dewasa ini orang-orang tidak juga berhenti merokok? Padahal banyak larangan yang menganjurkan untuk tidak merokok.

Begitu banyak orang yang mengkonsumsi rokok dalam jumlah besar, dalam arti mampu menghabiskan rokok empat bungkus dalam sehari. Kenyataannya, mereka tetap baik-baik saja. Tidak ada gejala penyakit keras seperti serangan jantung, stroke dan lain-lain. Bagi saya, hidup dan mati seseorang merupakan urusan Tuhan. Kita sebagai manusia tidak akan sanggup mengubah apa yang telah menjadi kehendak-Nya.

Selain itu, dengan merokok sebenarnya kita telah menjamin kehidupan bagi para petani tembakau, penyuplai pupuk, tenaga pengangkut, buruh linting, pabrik rokok, dan lain-lain. Saya sadar bahwa masyarakat kita mempunyai kerendahhatian yang begitu tinggi. Tenggang rasa yang tulus, kepedulian terhadap sesama, dan bahkan memiliki keberanian yang tak terbatas pada hal apapun, juga dalam soal hidup dan mati sekalipun. Itu sebabnya, tidak sedikit dari masyarakat kita rela mengeluarkan banyak rupiah hanya demi menjamin kesejahteraan hidup bagi orang-orang yang bergelut dengan rokok dan tembakau. Bahkan ada asumsi yang mengatakan bahwa sebagian masyarakat kita rela mati asalkan para petani tembakau, buruh linting, pedagang rokok, pabrik rokok dan lain-lain tetap dapat menyambung hidup melalui rokok itu sendiri.

Sejatinya, rokok memang menjadi napas hidup bagi sebagian orang. Secara tidak langsung rokok menjadi simpul penting dalam jaringan kehidupan. Selain itu, rokok juga mampu memberi masukan dari cukai yang cukup besar setiap tahunnya kepada pemerintah. Indonesia sendiri mampu memproduksi rokok kretek yang merupakan karya anak bangsa. Rokok kretek dianggap sebagai aroma jiwa dari bangsa Indonesia. Namun demikian, kita sendiri cenderung mengabaikan eksistensi rokok kretek sebagai salah satu kekayaan kultural bangsa Indonesia. Bahkan, ada yang menistakan dan memberi stigma negatif tentang kebiasaan merokok.

Sebaliknya, hampir tidak muncul kesadaran bersama bahwa di balik lahirnya gerakan anti tembakau dan rokok kretek yang semakin gencar dari hari ke hari, sebenarnya ada sebuah perang dagang global. Dengan begitu menyeruaknya gerakan anti rokok di Indonesia memang tidak akan menghentikan para perokok untuk berhenti merokok.

Matinya Pasar Rokok Kretek di Indonesia

Kita tahu bahwa rokok yang ada di Indonesia mengandung kadar nikotin dan tar yang cukup besar. Barangkali, memang ada sebuah pertimbangan atau kepentingan dari gerakan anti rokok untuk mengambil jalan tengah dengan cara melakukan penurunan kadar nikotin dan tar agar  produk rokok yang dikonsumsi masyarakat saat ini tidak mengalami gangguan kesehatan yang disebabkan oleh rokok.

Kondisi ini menyebabkan rokok kretek yang notabene asli Indonesia, yang memiliki kadar nikotin dan tar yang cukup besar akan tergerus oleh rokok putih. Bahkan pemerintah akan melarang perokok untuk mengkonsumsi rokok kretek karena memiliki kadar nikotin dan tar yang cukup besar. Maka, pangsa pasar Indonesia, yang sangat besar, akan didominasi oleh produk luar dengan rokok putihnya. Dan produk kultural karya anak negeri tanpa sadar akan terseret dalam pusaran arus perang dagang global.

Bangunan stigma negatif mengenai rokok kretek tersebut saya kira memang sangat diharapkan dan mampu melembaga di ranah publik sehingga menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, stigma itu akan mengamankan pasar domestik rokok putih dari serbuan rokok kretek. Di sisi lain, industri rokok kretek secara perlahan akan tergerus bahkan terbunuh manakala perang persepsi telah mereka menangkan. Dengan demikian, semua perokok nantinya hanya akan mengkonsumsi satu jenis rokok, yaitu rokok putih yang disebut rokok tanpa asap. Inilah ambang kematian bagi rokok kretek sebagai produk kultural dan aroma jiwa bangsa Indonesia.

Rokok kretek seharusnya menjadi kebanggaan nasional sama seperti Kuba yang bangga dengan cerutu, Rusia dengan vodka, Jepang dengan sake, dan Perancis dengan wine. Semua komoditas itu juga mengandung zat adiktif. Tiap anak bangsa seharusnya bangga bahwa nenek moyang kita secara kreatif melahirkan karya aroma jiwa berupa rokok kretek.
(Divine Kretek Rokok Sehat, 2011, 45)

Tidak ada komentar: