Aku menemuinya di
taman kota, di bangku-bangku halaman depan yang dipenuhi bunga bermekaran.
Sejak saat itu malam tak pernah berakhir. Aku menunggu pagi tiba, seperti
menunggu kelahiran waktu yang lain. Aku mengerjakan apa saja. Perjanjian
bertemu Dia terus menguasaiku. Seperti malam yang tak pernah berakhir itu. Dia,
dara cantik yang tak kuketahui nama lengkapnya, yang selalu membawa kerinduan
di sisa-sisa malam.
Diam-diam aku
mulai menyukainya. Aku sadar bila akhir-akhir ini aku tak henti-henti
memikirkannya. Menyebut namanya, membayangkan raut wajahnya penuh cahaya
berbinar-binar. Aku selalu mengingat bagaimana dia tersenyum ramah. Dia yang
baik itu, yang kebaikannya sangat berbeda dengan perempuan-perempuan lain, yang
pernah kutemui sebelumnya. Aku menaruh simpati pada kebaikannya. Aku berharap
dapat mengenal dia lebih jauh.
Sementara ini,
aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan, tapi aku cukup senang, walaupun
untuk sekadar menatapnya saja. Dara cantik itu sangat polos, Dia agak sedikit
malu-malu jika bertemu denganku. Bukan hanya denganku, dengan teman-teman
sebayanya pun Dia juga begitu. Dia gadis yang sangat tertutup. Entahlah, aku
tak tahu.Sejauh ini, aku belum juga dapat berbuat apa-apa. Batinku belum juga
hening. Masih ada berbagai persoalan yang membelitku saat ini. Aku belum bisa
mendekatinya.
Namun kali ini,
setelah berbagai persoalanku kelar, muncul persoalan baru. Persoalan perihal Dia.
Kudapati Dia telah memiliki seorang kekasih rupanya. Aku mendengar dari
salah seorang teman. Temanku menceritakan semuanya padaku. Aku hanya diam,
mencoba untuk tenang. Aku belum benar-benar percaya.
Keesokan harinya
aku tak sengaja bertemu Dia. Di sebuah tempat yang dihuni banyak orang. Di
tempat-tempat ramai orang berjualan makanan dan minuman. Semacam Café namun
bukan Café. Disana Dia bersama beberapa teman-temannya, aku pura-pura tidak
melihat. Aku hanya ingin mengawasinya. Apa benar Dia sudah punya kekasih.
Aku memesan
secangkir kopi kepada penjual di tempat itu, sambil tetap mengawasinya. Dia
terlihat begitu senang bersenda gurau dengan teman-temannya. Aku perhatikan
satu demi satu. Ada empat wanita termasuk Dia dan dua lelaki disitu.
Lelaki itu duduk berdua dengan Dia. Sementara
lelaki yang lainnya sibuk dengan laptop dihadapan mukanya, begitu juga dengan
tiga wanita yang lain.
Aku mulai curiga
pada lelaki yang duduk berdekatan dengan Dia.
Dia dan lelaki itu begitu dekat rupanya.
Jangan-jangan benar apa yang dikatakan temanku. Lelaki itu kekasihnya. Benar.
Benar sekali. Nyatanya Dia memang bahagia berdekatan dengan lelaki itu.
***
Malam berguguran.
Tidak ada sesuatu yang kukerjakan, hanya sedikit coretan di buku harianku. Aku
mulai menulis kejadian-kejadian yang membakar batinku. Tidak ada cara lain. Aku
hanya dapat memadamkannya dengan tulisan. Dengan menulis catatan harian.
Aku sedih
mendapati Dia sudah memiliki sosok lelaki pujaannya. Lelaki yang sudah singgah
mengisi kekosongan hatinya. Tapi setidaknya aku merasa sedikit tenang bisa
melihat Dia bahagia bersama lelaki itu. Meskipun aku sendiri merasakan sakit
yang teramat dalam. Tak apalah, yang terpenting Dia bisa bahagia disampingnya.
Beberapa hari
kemudian, aku mulai menjauh dari bayang-bayang Dia. Bayang-bayang yang slalu
membuat keperihan pada kerinduanku padanya. Aku tidak lagi memikirkannya. Aku
telah melupakannya. Dan sejak saat itu aku tak pernah lagi menemuinya.
Hingga beberapa
bulan kemudian, aku tak sengaja bertemu Dia untuk kesekian kalinya. Lagi-lagi
di tempat yang sama. Di sebuah tempat dimana banyak orang berjualan makanan dan
minuman. Ya, semacam sebuah Café. Namun tetap saja itu bukan Café. Dia bersama
beberapa temannya di tempat itu.
Dia terlihat
berbeda dari biasanya. Dia yang suka mengumbar senyum itu, kini terlihat begitu
murung tanpa aku tahu sebab persoalannya. Kuperhatikan mereka satu-satu. Aku
tak melihat Dia bersama lelaki itu. Lelaki yang sudah memberi sepenuh hatinya
pada Dia. Pikiranku mulai penuh dengan tumpukan pertannyaan:
Kenapa Dia tak
bersama lelaki itu? Apa yang sedang terjadi pada mereka?
Apa Dia sedang
ada masalah dengan lelaki itu? Atau, jangan-jangan mereka sudah berpisah?
“Ah, mungkin
lelaki itu sedang ada urusan lain sehingga tidak dapat menemani Dia hari ini.” pikiranku
menerawang.
Aku kira memang
benar begitu. Hubungan mereka kukira akan tetap baik-baik saja meski Dia tidak
bersama lelaki itu sekarang.
Tapi mengapa Dia
kelihatan gelisah? Tidak seperti biasanya Dia berperilaku seperti itu.
Kecemasanku
semakin memuncak. Aku ingin tahu sebab persoalan yang menimpanya. Apakah benar
sedang ada masalah antara Dia dan kekasihnya?
Tanpa berpikir
panjang, aku langsung menemui salah seorang teman. Teman yang tempo hari
bercerita tentang Dia kepadaku. Aku menanyakan dengan berbagai pertannyaan
seputar Dia pada salah seorang temanku itu.
“John, apa kamu
tahu perkembangan Dia dan kekasihnya sejauh ini?” tanyaku.
“Iya aku
tahu.” jawabnya.
“Apa yang sedang
terjadi diantara keduanya saat ini, John?” Aku kembali bertanya.
Temanku tidak
lantas menjawab, namun dia balik bertanya padaku.
“Mengapa kamu
begitu ingin mengetahuinya? Kamu menyukai Dia?” Tanyanya mendesakku.
Aku mulai sedikit
canggung dengan pertanyaan itu. Lalu mencoba mempertegas,
“Ah, tidak, John.
Aku cuma sekadar ingin tahu saja. TIdak lebih!” Lantas menegaskan.
“Baiklah. Akan
aku ceritakan padamu. Dia sudah berpisah, Dia sudah tidak bersama kekasihnya
lagi. Kekasihnya yang sudah memutuskan hubungan dengan Dia. Aku tidak tahu
pasti masalahnya. Tapi yang jelas Dia sudah tidak lagi menjalin hubungan dengan
lelaki itu. Hanya itu yang aku tahu.”
“Secepat itu,
John?” Mendengar penjelasan temanku, aku merasa sedih setelah aku benar-benar
tahu Dia telah berpisah. Nyatanya kepolosan Dia hanya dimanfaatkan oleh lelaki
yang aku kira bisa membuat Dia bahagia.
“Benar.
Kenyataanya memang begitu. Laki-laki memang tidak pernah puas hanya dengan
memiliki satu pasangan saja. Tidak akan pernah puas!”
Dugaanku benar. Dia
yang terlihat murung itu, ternyata menyimpan rasa sakit kepada lelaki yang
pernah menjadi kekasihnya. Lelaki yang pernah membuat Dia terbuai dengan segala
kepalsuan yang ia berikan pada Dia.
Aku benar-benar
tak menyangka akan secepat itu. Kecemasanku benar-benar membuktikan bahwa Dia
sedang mengalami masalah saat ini.
***
Malam menjadi
hening dipenuhi kelabu dengan kabut yang menenggelamkan bayang-bayang semu.
Dengan derap kaki aku melangkah ke sebuah dinding penuh debu. Tenggelam dalam
lumpur kebisuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar